Mustaghfirin

Selasa, 05 Mei 2020

PENDEKATAN DAN PARADIGMA MANAJEMEN


PENDEKATAN DAN PARADIGMA MANAJEMEN

Makalah

Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Dasar-Dasar Manajemen Pendidikan
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Fatah Syukur, M.Ag






Disusun oleh :
MUSTAGHFIRIN
1703038022



PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2017



      I.            PENDAHULUAN
Perkembangan dunia serta perubahan struktural yang terjadi di berbagai aspek, telah  menimbulkan tantangan dan sekaligus peluang bagi perkembangan dunia bisnis. Satu hal yang merupakan prasyarat untuk dapat mengatasi tantangan yang ada dan memanfaatkan peluang bisnis yang timbul adalah dengan meningkatkan daya saing. Daya saing strategi dicapai jika sebuah perusahaan berhasil merumuskan serta menerapkan suatu strategi yang tepat. Saat ini berbagai organisasi berusaha untuk meningkatkan daya saingnya dengan membangun dan bersama-sama mencari sumber daya manusia yang dapat membawa kepada pembentukan perubahan paradigma tentang pentingnya keberadaan sumber daya manusia dalam suatu organisasi.
Berbagai pengaruh perubahan yang terjadi menuntut organisasi untuk membuka diri terhadap tuntutan perubahan dan berupaya menyusun strategi dan kebijakan yang selaras dengan perubahan lingkungan bisnis akan bergantung pada kemampuan organisasi dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Artinya, suatu organisasi mampu menyusun strategi dan kebijakan yang ampuh untuk mengatasi setiap perubahan yang terjadi. Keberhasilan penyusunan kebijakan dan strategi organisasi akan didukung lebih banyak fungsi manajerial yang ada. Salah satu bidang fungsional strategi yang menjadi perhatian adalah manajamen sumber daya manusia. Manajemen sumber daya manusia merupakan bidang strategis dari organisasi.
Manajemen sumber daya manusia harus dipandang sebagai perluasan dari pandangan tradisional untuk mengelola orang secara efektif dan untuk itu membutuhkan pengetahuan tentang perilaku manusia dan kemampuan untuk mengelolanya. Oleh sebab itu wajarlah apabila penyusunan strategi sumber daya manusia harus relevan terhadap penyusunan strategi bisnis. Tentu saja ini akan membutuhkan komitmen.
Seputaran tahun 1960-an hingga saat ini, atmosfer organisasi telah berubah pesat. Berbagai arus kekuatan telah memicu perubahan-perubahan tersebut. Seiring dengan meningkatnya efek teknologi dan telekomunikasi yang telah berhasil “mengecilkan” ukuran dunia, pergerakan keragaman para pekerja (profesional) membawa nilai-nilai, perspektif dan ekspektasi yang berbeda di antara mereka (para pekerja). Kesadaran publik semakin lama semakin sensitif dan menuntut organisasi agar semakin profesional dan bertanggung jawab secara sosial. Seperti halnya negara-negara dunia ketiga, kita pun telah turut terlibat dalam persaingan pasar global dan melebarkan arena bagi aktivitas penjualan dan pelayanan. Organisasi pun akhirnya kini tidak hanya dituntut untuk bertanggung jawab kepada pemilik dana atau pemegang saham, namun juga dituntut untuk bertanggung jawab kepada para stakeholders. Pada saat ini, dunia yang kita alami sudah sangat jauh berbeda dengan dunia yang kita alami sepuluh lima belas tahun yang lalu. Dunia ilmu juga tidak terlepas dari berbagai pengaruh ini. Terjadi perubahan era, yang sekarang kita berada era informasi, bukan lagi era industrialisasi. Era di mana pemikiran linear yang bersifat mekanistik, yang menghasilkan kemajuan seperti yang kita alami saat ini, sudah mulai digoncang oleh hasil-hasil perkembangan ilmu yang baru, yang mendorong tumbuhnya suatu paradigma baru.

   II.            RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang permasalahan yang tersebut diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :
A.    Apa Macam-Macam Pendekatan dalam Manajemen?
B.     Bagaimana Pengertian Paradigma Manajemen ?

III.            PEMBAHASAN
A.    Pendekatan Manajemen
Pemikiran tentang manajemen telah dipengaruhi oleh banyak disiplin ilmu pengetahuan yang telah mapan, seperti Ilmu Ekonomi, Teknik, Hukum, Administrasi Negara, Psikologi, Sosiologi dan lain-lain. Pengaruh dari disiplin-disiplin ilmu tersebut menyebabkan berbagai pikiran tentang manajemen berbeda, dan antara yang satu dengan yang lain pun berbeda pula. Peristiwa ini menimbulkan berbagai macam aliran manajemen, teori manajemen, ajaran manajemen maupun berbagai pendekatan dalam Ilmu Manajemen. Berbagai buku teks telah membahas adanya bermacam-macam pendekatan manajemen. Banyak buku yang membahas tentang manajemen. Masing-masing mencoba mendefinisikan manajemen sesuai dengan latar belakang dan kepentinganya. Mereka mencoba memnberikan pengertian dari sudut pandang dan pendekatan yang dipergunakan. Ada beberapa pendekatan manajemen yang umum diketahui (Fred Luthans, Organizational Behaviour, 1977 : 53)
1.      Pendekatan Proses
Pendekatan proses ini dikenal dalam manajemen dengan berbagai sebutan, seperti universal, fungsional, operasional, tradisional atau pendekatan klasik. Pendekatan proses mencoba memformulasikan prinsip-prinsip umum manajemen. Lyndall Urwick dalam bukunya Elements of Administration mendaftar atau mencatat 29 prinsip-prinsip manajemen, tetapi yang paling penting adalah empat prinsip yang muncul sebagai ciri khusus pendekatan proses klasik, yaitu :
a)      Kesatuan komando
b)      Kesamaan kewenangan dan tanggung jawab
c)      Rentang kendali yang terbatas
d)     Pendelegasian yang rutin
2.      Pendekatan Kuantitatif
Pendekatan kuantitatif sering disebut manajamen sains. Pendekatan ini lebih memfokuskan manajemen dari sudut pandang model matematika dan proses kuantitatif. Tokoh utama atau pendirinya adalah Fredrick Taylor, yang paling tepat mewakili pendekatan ini adalah teknik matematika dan operation research.
3.      Pendekatan Sistem
Pendekatan sistem dalam manajemen dapat dikaitkan dengan organisasi formal dan teknis, konsep sosio psikologi dan konsep filosofis. Sistem analisis khusus, meliputi bidang-bidang struktur organisasi, desain pekerjaan, keuangan, komputerisasi, informasi, mekanisme perencanaan, dan pengawasan. Jabatan sistem analisis sangat dibutuhkan oleh semua organisasi pada dewasa ini. Dalam analisis modern, pendekatan sistem terbuka dan tertutup keduanya dilaksanakan, tetapi teori klasik hanya mengenal pandangan sistem tertutup. Teori klasik tidak mendesain dan mengaplikasikan (mengimplementasikan) dari sudut pandang sistem terbuka. Pendekatan sistem tertutup mengkonsentrasikan pada hubungan internal dan konsistensi yang diwakili oleh prinsip-prinsip seperti kesatuan komando, rentang kendali, kesamaan kewenangan, dan tanggung jawab. Pendekatan sistem menolak pengaruh dari lingkungan. Pendektan sistem terbuka akhir-akhir ini mengakui masukan dari lingkungan, tetapi tidak secara fungsional terkait dengan konsep manajemen dan teknik yang mengacu kepada pencapaian tujuan.
4.      Pendekatan Kontingensi
Pendekatan kontingensi melaksanakan kerja sama dengan lingkungan dan mencoba menjembatani kesenjangan antara teoritisi yang ada dengan praktisi. Hubungan ketidakpastian secara sederhana dapat dipikirkan sebagai hubungan fungsional “jika-maka” jika merupakan variabel bebas, dan maka merupakan variabel tidak bebas. Misalnya, jika nilai-nilai sosial yang berlaku berorientasi kepada non materialistik kebebasan, dan organisasi memperkejakan pegawai yang profesional dalam suatu operasi teknologi yang tinggi, maka gaya partisipatif, gaya kepemimpinan terbuka akan merupakan hal yang efektif dalam pencapaian tujuan. Sebalikny, jika nilai-nilai sosial yang berlaku berorientasi kepada kebendaan (materi) patuh kepada kekuasaan, dan organisasi memperkejakan tenaga-tenaga tidak terampil bekerja untuk tugas-tugas rutin, maka, gaya kepemimpinan yang keras, otoriter merupakan  yang paling efektif untuk mencapai tujuan. Agar hubungan kontingensi merupakan bagian dari manajmen kontingensi, dan berlaku sebagai petunjuk yang efektif bagi para praktisi, manajemen kontingen harus divalidasi secara empiris. Sebagai tambahan meskipun variabel linngkungan, biasanya bebas dan konsep manajemen serta teknik itu biasanya terganung, kebalikanya bisa terjadi.    
5.      Pendekatan Perilaku
Ilmu perilaku merupakan salah satu aliran psikologi yang sangat berpengaruh bagi studi perilaku organisasi. Didefinisikan sebagai ilmu studi perilaku manusia, ilmu perilaku bergerak ke arah suatu yang bersifat interdisiplin berbagai dalam bidang ilmu. Ilmu perilaku bergantung kepada metode keilmuan dalam mengumpulkan data untuk membentuk menjadi suatu ilmu pengetahuan. Berbagai metode dipakai, seperti metode eksperimen, kasus, desain survey, dan  kuesioner. Berbagai disiplin akademik membentuk ilmu perilaku, seperti antropologi, sosiologi, dan  psikologi, merupakan disiplin ilmu yang sangat berpengaruh pada terbentuknya ilmu perilaku
Pendekatan perilaku ini sangat berpengaruh dalam proses manajemen, khususnya dalam upaya peningkatan produktivitas suatu organisasi. Ilmu psikologi sosial sangat berperan dalam upaya memahami perilaku individu dalam kaitanya dengan lingkungan. Bagian yang sangat penting dari ilmu pengetahuan sosiologi adalah studi tentang perilaku individu dalam kelompok, dan hubungan antar individu dengan individu.[1]
Menuurut Malayu S.P. Hasibuan dalam bukunya yang berjudul Manajemen (Dasar, Pengertian, dan Masalah) dijelaskan ada berbagai pendekatan (approach) yang dapat dilakukan dalam mempelajari ilmu manajemen, yaitu:
1.      Pendekatan Berdasarkan Kebiasaan (Empirical Case Approach)
Menurut pendekatan ini manajemen dipelajari dari sudut “sejarahnya, asal-usulnya berdasarkan pengalaman-pengalaman yang nyata di masa yang lalu”. Beberapa kasus yang pernah terjadi dianalisis untuk diterapkan di masa kini maupun di masa depan. Berdasarkan hasil analisis itu lalu ditarik kesimpulan dan dijadikan pedoman berpikir dalam menerapkan manajemen. 
2.      Pendekatan Berdasarkan Kelakuan Antar Individu (Interpersonal Behavior Approuch)
Pada pendekatan ini manajemen ini dipelajari berdasarkan “hubungan antar manusia” yakni tingkah laku hubungan manajer dengan bawahan dan tingkah laku hubungan bawahan dan bawahan sebagai manusia. Jelasnya pendekatan ini dipelajari dari sudut ”tingkah laku hubungan antar karyawan perusahaan”. Manajer harus menyadari bahwa manajemen tidaklah dilakukan sendiri, justru manajer harus menyebabkan bawahan melakukanya, berdedikasi dan berpartisipasi tinggi pada tugas-tugasnya. Jadi, topik-topik yang dipersoalkan dalam pendekatan ini adalah “human relations, motivasi, kepemimpinan, perilaku manusia, psikologi, dan komunikasi. G.R Terry menyebut interpersonal behavior approach sama dengan “mazhab behavior school” atau mazhab kelakuan. 
3.      Pendekatan Berdasarkan Kelakuan Kelompok (Group Behavior Approach)
Dalam pendekatan ini manajemen dipelajari dari “psikologi sosial suatu studi pola budaya mengenai susunan tingkah laku kelompok manusia” (organizational behavior) yang diartikan sebagai sistem, pola hubungan antar manusia diantara kelompok. Jadi, sosiologi dasar yang menyangkut analisis tingkah laku sosial dan kelompok di dalam sistem sosial mempunyai nilai yang sangat berguna bagi studi manajemen.
4.      Pendekatan Sistem Kerja Sama Sosial (Cooperative Social System Approach)
Menurut pendekatan ini manajemen dipelajari dari teori sistem atau merupakan bagian dari teori sistem, karena semua manajer bekerja dalam suatu sistem sosial. Manajer memimpin suatu organisasi berdasarkan kerjasama manusia. Kerjasama ini timbul adalah sebagai akibat adanya keterbatasan physic, biology, psychology, dan sociology.             
5.      Pendekatan Sistem Sosio Teknik (Socio Technological System Approach)
Pendekatan ini merupakan salah satu aspek dari teori sistem. Menurut Kontz pendekatan ini merupakan aliran baru dalam manajemen yang dikemukakan oleh E.L. Trist, sebagai hasil penelitianya pada pertambangan batu bara di Inggris tahun 1951. Pendekatan ini memandang suatu organisasi sebagai dua sistem yaitu : social system dan technical system yang kedua-duanya perlu ada interaksi yang harmonis. Jadi, organisasi dan manajemen yang efektif tidak hanya tergantung pada interaksi yang baik dari orang-orang, tetapi juga pada lingkungan teknis di tempat mereka bekerja, cara kerja, alat-alat yang dipergunakan, ruangan, dan keadaan cahaya tempat mereka bekerja. 
6.      Pendekatan Teori Keputusan (Decision Theory Approach)
Pendekatan manajemen berdasarkan teori keputusan merupakan pemilihan secara rasional (rational choice) yang dititik beratkan pada keputusan rasional, logis, dan ilmiah. Rational Decision adalah pemilihan diantara beberapa alternatif yang merupakan suatu cara tindakan yang berdasarkan keputusan yang diambil secara rasional. Keputusan yang diambil harus menetapkan “apa yang harus dilakukan, bagaimana, dan bilamana harus melakukanya”.
7.      Pendekatan Pusat Komunikasi (Communication Center Approach)
Pendekatan ini menekankan pentingnya peranan komunikasi bagi manajer. Misalnya, pemberian perintah (intruksi) dan penerimaan laporan yang kedua-duanya mempunyai peranan penting bagi manajer yang efektif.
8.      Pendekatan Matematis (Mathematical Approach)
Pendekatan ini melihat manajemen sebagai suatu “sistem proses dalam model-model matematik”. Pendekatan matematis ini dikenal sebagai operation research/operation analyst yang mendasarkan pembahasan pada pendekatan matematis dan telah menamakan dirinya sebagai management scientist.
9.      Pendekatan situasional (Contingency Approach)
Menurut pendekatan ini, mempelajari manajemen berdasarkan pada sifat situasional (sikon) internal dan eksternal organisasi pada saat tersebut. Masalah-masalah yang dihadapi diselesaikan dan diatasi secara situasional (sikon), sehingga pemecahan masalah yang berbeda-beda dilakukan dengan cara berbeda-beda pula.   
10.  Pendekatan Sumber Daya Manusia (Human Resources/Supportive Approach)
Menurut pendekatan ini manajemen dipelajari dengan sumber daya manusia sebagai dasar kajian atau tinjauan. Pendekatan sumber daya manusia dipelajari (diteliti) mengenai masalah-masalah individu, kelompok kerja, lingkungan kerja, dan motivasi-motivasi apa yang dapat meningkatkan produktivitas kerja dari sumber daya manusia itu.   
11.  Pendekatan Kombinasi (Operation Approach)
Menurut pendekatan ini manajemen dipelajari berdasarkan kombinasi dari semua pendekatan diatas (1-10). Pendekatan ini berpendapat bahwa suatu pemusatan pengetahuan yang berhubungan dengan mpemimpin hanya ada didalam manajemen, meliputi pengetahuan-pengetahuan teori sistem, ilmu jiwa, sosiologi, teori-teorpengambilan keputusan, teori komunikasi, dan teori matematis.[2]
Dari berbagai pendekatan ilmu manajemen diatas tidak ada yang mutlak harus dipakai, tetapi sebaiknya jika akan memilih suatu pendekatan, kita harus mengetahui lebih dahulu situasinya, sehingga kita cenderung menggunakan sistem pendekatan yang bersifat situasional atau a contingency approach. 
 
B.     Paradigma Manajemen
Menurut Prof. Dr. Arifin Abdurahcman manajemen adalah kegiatan-kegiatan untuk mencapai sasaran-sasaran dan tujuan pokok yang telah ditentukan dengan menggunakan orang-orang pelaksana. Jadi dalam hal ini kegiatan dalam manajemen terutama adalah mengelola orang-orangnya sebagai pelaksana[3]. Adapun pendapat dari Terry mengenai pendapat manajemen adalah suatu proses tertentu yang teridri atas perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasana yang di lakukan untuk menentukan dan mencapai tujuan-tujuan yang telah di tetapkan dengan menggunakan manusia/orang-ornag dan sumber daya lainnya[4]. Arti paradigma adalah daftar contoh perubahan[5]. Jadi paradigama adalah cara pandang seseorang yang dapat mempengaruhi dirinya maupun lingkungan didalam berfikir dan bersikap. Adapun Paradigma manajemen dapat di artikan sebagai pandangan seseorang didalam melakukan pembaharuan atau perubahan pendidikan ke arah yang lebih baik lagi dengan system-sistem yang lebih baik lagi demi mengahsilkan lulusan (Output) yang terbaik.

Paradigma Lama dan Baru
Marilyn Ferguson (1993), dalam The Newv Paradigm: Emerging Strategic for Leadership and Organizational Change memberikan overview yang detail atas perbedaan yang terjadi antara paradigma lama dan baru seperti yang terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbedaan Paradigma Lama dan Baru Menurut Marilyn Ferguson
Lama
Baru
Promote consumption at all cost
Appropriate consumption
People to fit jobs
obs to fit people
Imposed goal, top-down decision making
Autonomy encouraged, worker participation
Fragmentation in work and roles
Identity transcends job description
Clock model of company
Recognition of uncertainty
Aggression, competition
Cooperation
Work and play separate
Blurring of work and play
Manipulation and dominance
Cooperation with nature
Struggle for stability
Sense of change, of becoming
Quantitative
Qualitative as well as quantitative
Strictly economy motives
Spiritual values transcend material gain
Polarized
Transcend polarities
Short-sighted
Ecologically sensitive
Rational
Rational and intuitive
Emphasis on short-term solution
Recognition that long-range efficiency must take in to
account harmonious work environment

Berdasarkan pada perubahan paradigma tersebut, seharusnya peran pengelola sumber daya manusia berubah sebagaimana tuntutan zaman. Kondisi perubahan tersebut dapat digambarkan dalam sebuah contoh perlombaan perahu kayu dan perahu karet. Dalam lomba perahu kayu, masingmasing tim berlomba-lomba untuk mencapai tujuan yaitu mencapai finish tercepat. Kita pahami posisi masing-masing perahu dan cara kerja untuk menjalankan perahu tersebut. Pada tiap-tiap perahu, posisi anak buah berada di pinggir lambung perahu dan letaknya tertata rapi pada sisi kanan dan kiri, mereka diatur sedemikian rapi agar perahu dapat melaju dengan kencang. Demikian pula kita pahami posisi pemimpin, letaknya di depan anak buah/pegawai tetapi menghadap ke belakang dengan posisi ketinggian lebih dari posisi anak buah agar semua anak buah bisa melihat pimpinannya ketika memberi perintah dengan menggunakan genderang.
Menilik kondisi di atas, tentunya harus ada perubahan mendasar dalam memandang manusia yang ada di dalam organisasi. Terlebih dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia yang benar-benar menghasilkan generasi yang memiliki nilai profesionalitas yang tidak dapat diragukan. Bukan malah sebaliknya, yang menganggap nilai profesionalitas itu hanya untuk dijadikan sarana bagi suatu interes tertentu dari pihak ketiga. Bila memahami pandangan Parminedes dan Heraklitus serta dengan mendasarkan diri pada pandangan keilmuan dalam rumpun humaniora (ilmu psikologi adalah bagian di dalamnya) bahwa manusia harus menguasai alam, mendorong tumbuhnya ilmu-ilmu kealaman yang berusaha untuk “mengeksploitasi” alam demi pengembangan ilmu. Pandangan ini lebih mengedepankan ontologi ilmu adalah alam itu sendiri beserta seluruh isinya, dan manusia adalah bagian dari alam yang bertugas memberdayakan alam untuk pengembangan ilmu. Makna dari pengertian tersebut adalah menempatkan manusia sebagai individu yang ”memiliki” alam bukan sebagai individu yang ”dimiliki” alam.[6] 

IV.            KESIMPULAN
Ada beberapa pendekatan manajemen yang umum diketahui (Fred Luthans, Organizational Behaviour, 1977 : 53): pendektan proses, pendekatan kuantitatif, pendekatan sistem, pendekatan kontingensi, pendekatan perilaku. Sedangkan Menuurut Malayu S.P. Hasibuan dalam bukunya yang berjudul Manajemen (Dasar, Pengertian, dan Masalah) dijelaskan ada berbagai pendekatan (approach) yang dapat dilakukan dalam mempelajari ilmu manajemen, yaitu: pendekatan berdasarkan kebiasaan, pendekatan berdasarkan kelakuan antar indiividu, pendekatan berdasarkan kelakuan kelompok, pendekatan sistem kerja sama sosial, pendekatan sistem sosio  teknik, pendekatan teori keputusan, pendekatan pusat komunikasi, pendekatan matematis, pendekatan situasional, pendekatan sumber daya manusia, dan pendekatan kombinasi
   Paradigma manajemen dapat di artikan sebagai pandangan seseorang didalam melakukan pembaharuan atau perubahan pendidikan ke arah yang lebih baik lagi dengan system-sistem yang lebih baik lagi demi mengahsilkan lulusan (Output) yang terbaik.

   V.            PENUTUP
Demikianlah makalah tentang pendekatan dan paradigma manajemen, penulis sadar masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Untuk itu, kami mohon kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan makalah selanjutnya.



Senin, 09 April 2018

PERLAWANAN KIAI DESA


BOOK REVIEW

Judul               : PERLAWANAN KIAI DESA
                          Pemikiran dan Gerakan Islam K.H. Ahmad Rifa’i Kalisalak
Penulis             : Dr. Abdul Djamil
Pnerbit             : LKiS Yogyakarta
Tahun terbit     : 2001
Cetakan           : I
Ukuran            : 14,5 x 21 cm
Juml. halaman : xxxii + 279 halaman
ISBN               : 979-8966-97-X

Deskripsi Umum
Buku yang pada mulanya adalah hasil penelitian sejarah dalam disertasi ini cukup komprehensif membahas Rifa’iyah. Buku ini memiliki tujuan untuk merekonstruksi sejarah dari aspek yang lain, yakni terhadap pemikiran dan gerakan Islam KH Ahmad Rifa’i dari tahun 1786 sampai dengan 1876 sebuah rentang sejarah di mana Indonesia belum memiliki namanya sebagai ‘Indonesia’.
Buku ini mengulas tiga hal pokok, yakni (1) Tipologi pemikiran Islam di bidang Ushul, Fiqh dan Tasawuf KH. Ahmad Rifai, (2) Dinamika gerakan Rifa’iyah selama pra dan pasca pembuangannya ke Ambon, dan (3) Bagaimana tipologi pemikiran dan gerakannya terutama yang berkaitan dengan isolasi terhadap kolonialisme.
Hasil penelitian ini menyimpulkan hal-hal berikut ini: (1) Bahwa KH Ahmad Rifa’i adalah tokoh sentral dalam dari jama’ah Rifa’iyah Tarajumah yang memiliki sumbangan besar dalam pemikiran Islam tradisional selama abad ke-19, (2) Tipologi pemikirannya yang menegaskan dasar Ahulussunah wal Jama’ah, (3) Meski hasil pemikiran tersebut terbatas dipraktikkan oleh pengikutnya saja, namun tetap memiliki korelasi dengan kebutuhan masyarakat di zaman tersebut, dan (4) KH. Ahmad Rifa’i memiliki andil dalam menciptakan kebudayaan untuk mengisolasi dari kolonialisme, terlepas baik dan buruk cara ‘isolasi’ tersebut. Karenanya cukup pantas ketika penulisnya memberi judul yang mencolok, “Perlawanan Kiai Desa”.
Buku ini merupakan rekontruksi sejarah intelektual dan sejarah sosial dari tokoh gerakan Rifa’iyah yang bernama KH. Ahmad Rifa’i Kalisalak menyangkut pemikiran dan gerakan Islamnya. Yang dimaksud dengan sejarah intelektual disini adalah rekonstruksi pemikiran Islam yang berserakan dalam tulisanya yang berjumlah 69, terdiri dari tiga ilmu keislaman, yaitu Ushul, Fiqh, dan Tasawuf. Adapun pengertian sejarah sosial dalam buku ini adalah rekonstruksi gerakan Islam Kiai Rifa’i menyangkut dinamikanya ditengah gerakan sosial keagamaan pada abad ke-19. Rekonstruksi akan menghasilkan tipologi tersendiri dan berbeda dengan pemikiran dan gerakan lainya.
Dalam melakukan rekonstruksi tersebut, dipergunakan pertimbangan sosiolgis sehingga tampak pemikiran maupun gerakan Islamnya memiliki kaitan dengan suasana Kalisalak dan sekitarnya pada abad ke-19. Inilah yang membedakanya dengan tradisi pemikiran dan pergerakan Islam di Jawa pada saat itu. Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, dilihat dari segi hubungan ajaran agama dengan dimensi ruang dan waktu, pemikiran Rifa’i relevan dengan masyarakat Islam abad ke-19, khususnya pedalaman Jawa Tengah. Ajaran mengenai sosok (‘Alim ‘Adil) adalah refleksi dari kritiknya terhadap tokoh-tokoh agama yang mau bekerja sama dengan penguasa asing (Belanda). Pandanganya mengenai rukun Islam satu dapat dipandang sebagai upaya untuk memberikan legitimasi bagi orang-orang Islam diwilayah pedesaan yang karena alasan tidak dapat menjalankan kewajiban Islam lainya seperti shalat, puasa, zakat, dan haji. Dengan pandangan ini. Orang-orang tersebut masih berstatus sebagai orang Islam yang memiliki banyak harapan
Pandanganya mengenai pernikahan yang mengesankan adanya pengulangan (tajdid an-nikah) mencerminkan kritiknya terhadap pejabat agama yang dinilainya tidak memenuhi persyaratan untuk bertindak sebagai petugas nikah seperti saksi. Salah satu diantara syarat tersebut adalah mursyid, yakni orang yang tidak melakukan tindakan fasik. Sedangkan saksi nikah harus memenuhi 16 syarat, dua diantaranya tidak cacat marwat dan tidak fasik.
Dari penjelasan tentang persyaratan saksi nikah diatas, sebenarnya tidak ada perbedaan mendasar antara pandangan antara pandangan Rifa’i dengan kitab-kitab fiqh di dunia pesantren, hanya saja penerapanya, ia menekankan pada aspek yang relevan dengan suasana keagamaan ditengah-tengah kekuasaan Belanda pada abad ke-19. Karena sedemikian banyaknya penjelasan mengenai hubungan ajaran agama dengan persoalan yang timbul pada waktu itu, maka pemikiran keagamaan Rifa’i terlihat sedemikian rinci mengupas berbagai masalah masyarakat yang timbul. Tipe kupasan yang sedemikian ini berakibat kurang memberikan ruang gerak bagi pengikutnya untuk melakukan inovasi dalam memahami agama sejalan dengan tuntutan keadaan yang selalu berkembang. Kondisi ini didukung oleh kenyataan bahwa mayoritas pengikut Rifa’iyah hidup dalam lingkungan kebudayaan pedesaan sehingga kurang dapat mengikuti irama perkembangan permasalahan sosial keagamaan kontemporer.
Kedua, dilihat dari segi hubunganya dengan kelompok keagaman lain, pemikiran Islam Kiai Rifa’i memiliki semangat yang eksklusif karena ia terlihat berusaha menciptakan isolasi secara kultural dengan kebudayaan penguasa. Akan tetapi, unsur yang seharusnya dilihat dalam kerangka ruang dan waktu penjajahan Belanda ini, ternyata berlanjut hingga pasca kemerdekaan dan bahkan hingga sekarang. Kesan inilah yang menjadikanya sebagai aliran keagamaan yang disana-sini masih menhadapi hambatan, mulai dari legalisasi pemerintah sampai dengan hubunganya dengan masyarakat luas diluar Rifa’iyah.
Ketiga, dilihat dari segi faham keagamaan, pemikiran Rifa’i merupakan tipe sinkronisasi antara aqidah, syari’ah, dan tasawuf. Pemikiranya dapat dipandang sebagai tipe paling awal dalam merumuskan pengertian Ahlussunnah wal Jama’ah di Jawa yang pada intinya mengikuti pandangan ulama kepercayaan (taqqlid) pada tiga bidang, yaitu Ushul, Fiqh, dan Tasawuf.
Cara taqlid yang dikembangkan Kiai Rifa’i merupakan cermin dari upaya kontekstualisasi pemahaman agama sesuai dengan tingkat kemampuan masyarakat dalam menggali ajaran dari sumber pokoknya (al-Qur’an dan Hadits). Ia sadar bahwa masyarakat Islam dalam konteks Kalisalak dan sekitarnya pada pertengahan abad ke-19, tidak mungkin diajak untuk berijtihad yang menuntut berbagai persyaratan, khususnya penguasaan ilmu-ilmu yang diperlukan untuk melakukan ijtihad seperti bahasa Arab, ilmu tentang al-Qur’an, ilmu tentang Sunnah, pengetahuan tentang posisi Ijma’, pengetahuan tentang Qiyas, pengetahuan tentang tujuan hukum, bersihnya niat, dan i’tiqad-nya.
Keempat, dilihat dari segi hubungan antara norma dan kenyataan sosial, pemikiran Kiai Rifa’i bercorak induktif, dalam arti berangkat dari fenomena dilapangan yang sedemikian majemuk kemudian dicari refrensinya dari al-Qur’an, Hadits, dan pandangan ulama. Karena tipe pemikiran seperti ini, ia terlihat banyak mencampuri urusani diluar ibadah maah. Dibandingkan tokoh sezamanya, seperti Nawawi al-Bantani, atau tokoh sebelumnya, seperti Arsyad al-Banjari, Rifa’i memperlihatkan tipe tersendiri dalam pemikiranya. Pemikiran Nawawi al-Bantani yang lebih banyak tinggal di Makah hingga wafatnya bercorak deduktif sehingga kurang memiliki kepedulian terhadap suasana umat Islam dibawah kekuasan penjajah. Seperti halnya Nawawi, Arsyad al-Banjari juga memiliki corak serupa jika dilihat beberapa tuliasanya.
Dengan tipe seperti ini, pemikiran Nawawi dalam berbagai kitab yang ditulis memiliki ketahanan yang cukup lama dan tidak menimbulkan kontroversi. Kitab-kitabnya masih banyak dibaca oleh kalangan pesantren di Indonesia. Keadaan yang sama dialami oleh Arsyad al-Banjari yang hingga sekarang tulisanya masih dibaca orang, khususnya di Kalimantan Selatan. Sebaliknya, pemikiran Rifa’i dengan tipe induktif kurang dapat memiliki elastisitas untuk masa-masa yang akan datang, sekalipun pada waktu itu benar-benar memberi kemudahan bagi umat Islam dalam konteks lokal abad ke-19.
Dalam konteks aneka ragam gerakan yang terjadi pada paruh pertama abad ke-19, gerakan KH. Ahmad Rifa’i dapat digolongkan dalam gerakan keagamaan dengan corak tradisional yang memiliki implikasi sosial (Reliogio-Traditional Movement). Ciri-ciri utamanya memiliki elemen-elemen seperti loyalitas lokal (local loyalty), hubungan kekerabatan (kin solidarity), dan hubungan-hubungan berdasarkan status tradisional (traditional status relations). Elemen pertama, terlihat pada kuatnya keterikatan anggota gerakan kepada tokoh sentral (KH. Ahmad Rifa’i). Anggota gerakan melihat sosok Rifa’i sebagai guru dengan berbagai macam kelebihan, mulai dari kedalaman ilmu agama sampai dalam hal-hal luar biasa yang lazim dimiliki oleh kekasih Tuhan (wali). Sedemikian kuatnya keterikatan tersebut sehingga loyalitas pengikut terhadap ajaranya bertahan cukup lama (hingga sekarang), meskipun sering dianggap sebagai gerakan pengacau oleh berbagai kalangan. Kondisi ini memiliki implikasi lain, yaitu kesulitan anggota gerakan untuk menyesuaikan dengan dinamika masyarakat, khususnya dalam penerapan ajaran Islam ditengah masyarakat modern.
Hubungan kekerabatan menjadi elemen penting dari tipe gerakan Rifa’iyah yang sejak Rifa’i membangun komunitas santri di Kalisalak. Komunitas yang dibentuk melalui pengajaran Islam dengan kitab Tarajumah ini memiliki ikatan yang kuat sehingga mengkhawatirkan pemerintaah kolonial di satu pihak dan birokrat tradisional di lain pihak. Fanatisme antar hubungan antar sesama anggota sering melampui batas-batas hubungan darah sehingga warga Rifa’iyah yang satu merupakan saudara bagi yang lain.
Hubungan antar anggota berdasarkan status tradisional, terlihat adanya hierarki dimana para kiai menduduki posisi tertinggi. Hal ini terlihat pada posisi kiai tersebut pada acara pengajian, pelaksanaan shalat Jum’at, pengulangan perkawinan, dan anggota bilangan  Jum’at. Semuanya memperlihatkan apresiasi yang sedemikian tinggi kepada kiai atas dasar ajaran Rifa’i mengenai figur ‘Alim ‘Adil.
Implikasi yang muncul dari tipe gerakan keagamaan yang demikian ini adalah adanya hambatan dalam komunikasi secara luas dengan masyarakat Islam lainya. Otoritas Rifa’i yang sedemikian kuat mengemukakan pandangan agama menjadikan murid-muridnya tidak dapat berpikir alternatif. Mereka kurang melakukan mobilitas ke luar dan bahkan sejak awal mengisolir diri dari kebudayaan kota. Situasi ini digambarkan oleh laporan berbagai pihak kepada penguasa kolonial yang menganggapnya membawa ajaran Islam sesat dan menyalahkan orang Islam lain yang tidak masuk kedalam kelompok-kelompoknya. Jika pemerintah melihat fenomena gerakan Rifa’i sebagai bahaya laten yang sewaktu-waktu dapat mengobarkan semangat anti pemerintah, maka kalangan birokrat Jawa (priayi) menempatkanya sebagai sosok kiai yang perlu diwaspadai karena ajaranya cenderung menyalahkan orang Islam lainya.
Selain itu, pemikiran modern tidak dapat berkembang sejalan dengan tuntutan zaman karena keterpakuan pada loyalitas lokal tanpa memiliki peluang untuk melakukan inovasi pemikiran. Meskipun begitu, sebagai gerakan yang selalu dihadapkan pada berbagai tuduhan negatif, ia memiliki kemandirian dalam konsolidasi yang dibuktikan dalam sejumlah pertemuan besar yang mereka selenggarakan dan penghimpun dana untuk mencapai tujuan organisasi. Tipologi gerakan keagamaan yang bersifat tradisional tersebut pada dasarnya merupakan gerakan budaya yang bertujuan menciptakan isolasi kultural dengan kekuasaan secara terbuka atau protes secara diam
(silent protest) Gerakan seperti ini merupakan konsekuensi logis dari ketidakberdayaan menghadapi kekuasaan secara terbuka atau merupakan alternatif lain dalam bentuk mobiliasasi internal melalui kekuatan ajaran agama, kharisma tokoh, dan solidaritas anggota-anggotanya.

Kelebihan
Buku ini sangat berbobot dan layak untuk dibaca, hal ini dapat dilihat dalam Perjalanan panjang yang harus dilalui oleh peneliti selama meneliti pemikiran dan gerakan KH. Ahmad Rifa’i Kalisalak serta romantikanya menjadikan waktu yang cukup lama,  selain penelitian terhadap arsip dan karyanya yang terdapat di Belanda. Begitujuga keterlibtan peneliti selama meneliti kehidupan sehari-hari dengan warga Rifa’iyah dibeberapa wilayah konsentrasinya juga memerlukan waktu tersendiri untuk dapat membuat korenstruksi pemikiran dan gerakan yang muncul dari tokoh abad ke-19 ini. Kesempatan yang diberikan oleh warga Rifa’iyah kepada peneliti untuk memberikan ceramah di berbagai wilayah Rifa’iyah merupakan pengalaman berharga yang amat berguna bagi pemaknaan atas data yang peneliti peroleh selama penelitian.



Saran
Rifa’iyah sebagai sebuah organisasi para santri KH. Ahmad Rifa’i Kalisalak, Batang Jawa Tengah Indonesia sudah seharusnya harus tetap eksis dan mengajarkan ajaran KH. Ahmad Rifa’i sebab ajaran Rifa’iyah adalah pedoman hidup umat Islam yang benar-benar menuruti ajaran Islam yang lurus, bagi para anggota Rifa’iyah masih perlu menekankan pada umatnya untuk memahami dan mendalami ajaran kitabnya lebih dalam dan hendaknya diselaraskan dalam tasarruf ajaranya dengan lingkungan dan daerah dengan kelapangan dan keterbukaan isi ajaran secara lebih luas.

Keunikan
Rifa’iyah merupakan satu diantara aliran-aliran dalam Islam di Indonesia, yang dalam praktek keagamaanya memiliki tradisi fiqh yang khas dan unik. Rifai’yah, sebagai organisasi para santri dari KH. Ahmad Rifa’i asal Kalisalak Batang, Jawa Tengah, dalam pandangan masyarakat, dikenal banyak sebutan, seperti: Tarjamah, Tarujamah, Ubudiyah, Budiah, dan Santri Kalisalak. Disebut demikian, karena kitab-kitab yang ditulis oleh KH. Ahmad Rifa’i, sebagian besar merupakan terjemahan dari kitab-kitab berbahasa Arab kedalam bahasa Jawa, agar dengan mudah dapat dipahami oleh orang Jawa pada masa itu. Hal inilah yang menjadi daya tarik pemikiran KH. Ahmad Rifa’i, disamping doktrin-doktrinya yang menentang Pemerintah Kolonial dan pejabat tradisional.